Nabi Muhammad SAW memiliki enam orang anak (dua putra dan empat putri) dari istri pertamanya Khadijah. Kedua putranya adalah Al-Qasim dan Abdullah yang meninggal dunia saat masih bayi. Keempat putrinya adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah. Keempat putri Rasulullah itu hidup, tumbuh besar, menikah dan menjadi teladan-teladan bersinar dari kesalehan dan kebaikan Islam.
Zainab lahir saat Rasulullah berusia tiga puluh satu tahun dan menikahi Abul Ash, seorang warga terhormat Makkah dan memiliki tiga anak. Zainab meninggal dunia pada usia tiga puluh satu tahun-akibat luka yang dideritanya saat hijrah dari Makkah ke Madinah. Putri kedua Rasulullah, Ruqayyah, lahir ketika ayahnya berusia tiga puluh tiga tahun, serta dikenal sangat cantik dan cerdas. Ketika dewasa, semua pemimpin terkemuka Makkah berlomba-lomba untuk menjadikannya sebagai menantu, tetapi Rasulullah menikahkannya dengan Utba bin Abu Lahab.
Namun, setelah Rasulullah diangkat sebagai nabi, Abu Lahab menjadi musuh beliau yang paling getol dan memerintahkan putranya untuk menceraikan Ruqayyah. Dia kemudian menikah dengan Usman bin Affan, seorang pengusaha kaya yang sangat dihormati dari klan Bani Umayyah, yang nantinya menjadi khalifah Islam ketiga. Ruqayyah melahirkan seorang putra bernama Abdullah yang meninggal di usia enam tahun. Tak lama kemudian, Ruqayyah meninggal dunia pada usia 23 tahun.
Putri ketiga Rasulullah, Ummu Kultsum, lahir ketika beliau berusia tiga puluh depan tahun. Pada usia 25 tahun, Ummu Kultsum menikahi Usman setelah Ruqayyah wafat. Setelah hampir tujuh tahun pernikahannya yang bahagia, dia meninggal dunia pada usia tiga puluh dua tahun dan tidak memiliki anak. Dari semua anak Rasulullah, Fatimah ditakdirkan meninggalkan jejaknya dalam sejarah Islam. Tidak heran nama dan ketenarannya terus bergema di seantero dunia Islam sampai hari ini.
Fatimah dilahirkan di Makkah saat ayahnya menginjak usia akhir tiga puluhan. Julukan “Az-Zahra” (keindahan yang berseri-seri) dianugrahkan kepadanya karena kecantikannya yang luar biasa, kesalehan pribadinya, dan karakter kebangsawanannya. Setahun setelah kelahirannya, ayah tercintanya mengawali misi kenabian dan segera menciptakan pergesekan antara beliau dan para pemuka sukunya. Meskipun istrinya Khadijah dan ketiga putri tertuanya memeluk Islam begitu beliau mengumumkan misinya, kala itu Fatimah masih terlalu muda untuk memahami dan menghargai kebenaran sejati Islam dan dampak Islam terhadap keluarganya.
Yang tadinya dikenal sebagai “Al-Amin” (yang dipercayai) dan “Ash-Shidiq” (yang benar) dari Makkah, kini tiba-tiba menjadi musuh masyarakat nomor satu. Mengapa? Karena Rasulullah menyatakan bahwa tidak ada yang patut disembah kecuali Allah (La ilaha illa Allah). Para pemimpin Makkah termasuk paman Rasulullah Abu Lahab tidak dapat mencapai kata mufakat dengan pesan Islam yang universal dan menjunjung tinggi persamaan seperti yang Rasulullah dakwahkan. Melampaui kategori politik, sosial, ekonomi, dan kesukuan sehingga menghubungkan semua orang-terlepas dari ras dan latar belakang budaya mereka-pada satu golongan universal bernama Islam.
Fatimah dibesarkan di bawah asuhan hangat dan penuh cinta kedua orangtuanya, meskipun pesan Rasulullah mengakibatkan kekacauan dan pergolakan sosial-politik di Makkah. Karenanya ini menjadi masa ujian yang sangat berat bagi Rasulullah dan keluarganya. Toh mereka bertahan dari kekejaman dan kebiadaban musuh mereka dengan cara menahan diri dan ketabahan yang luar biasa.
Ketika semua usaha untuk membujuk Rasulullah untuk berhenti menyebarkan Islam tak berhasil, pihak Makkah menjatuhkan blokade politik dan ekonomi selama tiga tahun (syi’ib abi thalib) kepada seluruh anggota keluarga Rasulullah. Boikot tidak manusiawi ini tidak hanya mengakibatkan penderitaan dan kesulitan luar biasa terhadap Rasulullah dan anggota keluarga besarnya, tetapi juga menjadi hukuman kolektif bagi semua yang beriman. Sedemikian beratnya boikot iti sampai-sampai Rasulullah dan keluarganya tidak mampu memnuhi kebutuhan dasar seperti makanan dan air. Bahkan dengan standar suku Makkah, perlakuan ini luar biasa keras dan sangat mempengaruhi anak-anak dan bayi.
Fatimah muda pun menderita gizi buruk yang membuatnya sangat lemah dan rapuh. Akibatnya, dia didera beragam masalah kesehatan serius, termasuk kelelahan akut walaupun hanya menjalani aktivitas fisik ringan seperti memasak, menggiling gandum, dan mengumpulkan air dari sumur. Ketika boikot tiga tahun tidak juga menghentikan misi yang dilakukan Rasulullah, pihak Makkah akhirnya mengalah dan menghentikan boikot itu.
Namun, bagi Fatimah muda, kebahagiaan itu sangat singkat ketika ibu tercinta, Khadijah, meninggal dunia tidak lama setelah itu. Sebuah pukulah menyedihkan bagi Rasulullah dan anak-anaknya. Khadijah tidak hanya menjadi istri teladan bagi suaminya, tetapi juga dihormati di seluruh Makkah karena karakter, kemuliaan, dan kecerdasannya. Di atas segalanya, dia seorang ibu yang mengasihi anak-anaknya. Kematiannya menyebabkan Fatimah muda kehilangan cinta, pengasuhan, dan kasih sayang seorang ibu yang sangat dia butuhkan.
Lebih tragis lagi, Rasulullah juga kehilangan pamannya, Abu Thalib, (pendukung dan dermawan terbesar) pada periode “tahun kesedihan” itu. Meski istri dan pamannya telah tiada, Rasulullah tetap tegar dan tabah. Dia berusaha sekuat tenaga memastikan bahwa putri tercintanya menerima perawatan dan perhatian yang tepat. Tiga tahun kemudian, pada tahun 622, Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah dan Fatimah-yang baru berusia empat belas tahun-ikut dengan beliau.
Fatimah tumbuh besar di Madinah di bawah asuhan dan pengawasan langsung dari ayahnya. Selama periode ini, dia mempelajari Al-Quran dari Rasulullah, dan mulai menerapkan Islam dengan cara yang sama seperti ayahnya. Menurut Aisyah, tak ada yang mengabdikan dan mendedikasikan dirinya kepada islam melebihi Fatimah. Kualitas kebenaran, ketulusan, kesalehan, dan kedermawanannya membuatnya sangat terkenal di kalangan sahabat dan kerabatnya.
Pada tahun kedua hijriah, Fatimah berperan aktif dalam perang Badar dengan mengobati prajurit-prajurit yang sakit dan terluka. Tindakannya yang patut diteladani ini semakin meningkatkan reputasinya. Karenanya, dia dikenal di Madinah sebagai wanita muda yang penuh perhatian, cerdas, dan pengertian.
Karena paras cantiknya dan salah satu putri Rasulullah yang paling beliau cintai, banyak sahabat terkemuka beliau yang mencoba meminangnya. Namun Rasulullah selalu bungkam dalam hal ini. ketika Ali-keponakan Rasulullah dan bocah pertama yang memeluk Islam-mendekati Rasulullah untuk meminang Fatimah, beliau berkonsultasi lebih dulu dengan Fatimah dan kemudian menikahkannya dengan Ali.
Setelah upacara pernikahannya yang sederhana, Fatimah pindah ke rumah suaminya ketika dia berusia sekitar enam belas tahun. Rumah Ali jauh dari kemewahan. Seperti Rasulullah, Ali hidup dengan sangat sederhana. Isi rumahnya hanya terdiri dari sebuah tempat tidur sederhana, bantal yang diisi dengan daun kurma kering, satu piring, satu gelas, wadah air kulit, dan sebuah batu untuk menggiling tepung. Itulah harta yang Fatimah miliki di rumahnya.
Mengikuti jejak ayah dan suaminya, Fatimah menjalani kehidupan yang sangat sederhana, jauh dari kekayaan, kemewahan, dan harta benda duniawi. Dia menjaga kebersihan rumahnya, memasak santapan seperti biasanya, dan melakukan sendiri tugas-tugas rumah tangganya. Sepanjang kehidupan pernikahannya, dia selalu menjaga tugas-tugasnya sebagai seorang istri dan mempertahankan gaya hidup yang bermartabat, utamanya berfokus pada usaha membahagiakan Allah dan menggapai cintaNya.
Fakta bahwa Fatimah putri kesayangan Rasulullah sudah tidak diragukan lagi. Beliau mencintai putrinya itu melebihi orang lain sampai-sampai setiap kali pulang dari satu perjalanan, Rasulullah terbiasa mengunjungi Fatimah lebih dulu. Begitu pula Fatimah yang begitu mencintai ayahnya. Setiap ayahnya berkunjung, dia selalu menyambutnya dengan senyum lebar dan ciuman pada dahi ayahnya. Bila melihat ayah tercintanya, Fatimah akan merasa suka cita dan bahagia.
Fatimah memiliki banyak kemiripan dengan Rasulullah, baik fisik, tingkah laku, maupun perangainya. Pada satu kesempatan, beliau menjawab satu pertanyaan bahwa Fatimah adalah orang yang paling dicintainya. Beliau akan menjadi gelisah dan tidak bahagia bila mendengar Fatimah sakit atau menderita. Wajah beliaupun biasanya berubah seketika. Fatimah adalah bagian dari hati beliau.
Satu kali, Rasulullah pernah ditanya tentang siapa yang paling beliau sukai, Fatimah atau Ali. Beliau menjawab bahwa dirinya lebih mencintai Fatimah daripada Ali. Namun, beliau menambahkan bahwa Ali lebih sayang kepada beliau ketimbang Fatimah.
Fatimah memberikan lima orang anak kepada Ali, tiga putra dan dua putri. Putra sulung adalah Hasan, diikuti Husain, dan Muhsin (meninggal dunia saat masih bayi). Kedua putri mereka adalah Zainab yang dinikahi Abdullah bin Ja’far, keponakan Ali) dan Ummu Kultsum yang dipersunting Umar bin Khattab. Melalui putra-putrinya, keturunan Fatimah bertambah banyak dan menyebar ke seluruh dunia Islam.
Fatimah merupakan sosok wanita dalam Islam yang memiliki kualitas sebagai seorang putri muslim yang sempurna, istri yang setia kepada suaminya, dan ibu teladan bagi putra-putrinya. Sepanjang sejarah islam, wanita muslim dari semua corak dan warna meneladani kehidupannya dan menjadikannya sebagai inspirasi dan bimbingan.
Fatimah meninggal dunia enam bulan setelah kematian ayahnya pada usia sekitar 27 tahun. Sesuai keinginannya, ia dimakamkan pada malam hari oleh suaminya dan dua wanita muslim lainnya di Jannat al-Baqi, salah satu pemakaman paling terkenal di Madinah. Keagungan wanita ini diungkapkan oleh Rasulullah, “Suatu hari malaikat datang dan menceritakan kabar gembira bahwa Fatimah akan menjadi pemimpin para perempuan di surga.”
sumber : http://iamproudtobemuslim.wordpress.com/2013/06/23/fatimah-az-zahra/
0 komentar:
Posting Komentar