sumber : filsafat.kompasiana.com
Dan Brown: “Agama punya satu musuh –yaitu
kelesuan iman– dan debat adalah obatnya… Harapan saya, novel ini, selain
menghibur pembaca, juga membuka kesadaran memulai menjelajah dan menyalakan
imannya kembali….”
Marthin Luther: “Kita tidak bisa melarang
burung beterbangan di atas kepala kita, tetapi kita bisa mencegahnya agar tidak
bersarang di kepala kita!”
“Da Vinci Code” adalah salah satu novel yang
pernah menjadi karya paling menggemparkan dunia! Filmnya pun telah dibuat
dengan judul yang sama dengan pemeran utamanya Tom Hanks (2006). Sebuah fiksi
yang dengan sangat pandai dikemas oleh pengarangnya, menjadi sebuah kisah yang
seolah-olah nyata. Pengarangnya, Dan Brown, mengakui bahwa ini kisah fiksi,
tetapi lokasi-lokasi, karya seni, arsitektur, organisasi-organisasi rahasia,
dan sebagainya yang disebut di dalam novel itu adalah nyata dan merupakan fakta
sejarah.
Intinya, Dan Brown mengatakan bahwa kisah
petualang pakar simbol-simbol rahasia (symbologist) Robert Langdon dan Sophie
Neveu dalam novelnya itu memang fiksi, tetapi latar belakang sejarah (setting
ceritanya) adalah benar-benar nyata.
Jadi, bahwa Yesus sebenarnya diam-diam
telah kawin dengan Maria Magdalena, mempunyai anak, dan keturunanannya
turun-temurun masih ada sampai sekarang! Bahwa Injil yg dikenal sekarang
sebenarnya sebuah rekayasa masa dahsyat hasil konspirasi Kaisar Romawi
Konstantinus Agung dgn para Uskup sedunia di Nicea pada tahun 325, Yesus tidak
lebih dari manusia biasa, Yesus tidak pernah bangkit, apalagi naik ke sorga,
dan seterusnya. Merupakan fakta sejarah.
Substansinya adalah bahwa apabila apa yg
diakui oleh Dan Brown itu betul2 merupakan fakta tak terbantahkan, maka seluruh
fandasi ke-Kristen-an runtuh! Kristen tidak lebih dari omong kosong terdahsyat
sepanjang sejarah umat manusia. Kristen musnah dari muka bumi! Karena fandasi,
intisari Kristologi adalah bahwa Yesus adalah Tuhan, Penebus Dosa Manusia,
Bangkit dari Kematian-Nya untuk menebus dosa umat manusia, pada hari ketiga
naik ke sorga. Semuanya itu, menurut Dan Brown, adalah bohong besar. Suatu
kebohongan yang selama hampir 2.000 tahun ditutup rapat-rapat oleh Vatikan.Bagi
siapa saja yang mengetahuinya haruslah dibinasakan. Kalau tidak, ke-Kristen-an
lah yang binasa.
Salah satu sifat universal manusia adalah
selalu tertarik dgn hal-hal yg mengandung misteri, rahasia besar, kejutan,
kontroversial, dan seterusnya. Oleh karena itu ketika Brown datang dengan
“rahasia-rahasia” dan “misteri-misteri”-nya itu, jutaan orang pun tertarik.
Setelah membaca novelnya, orang pun berkata-kata dalam hati: Siapa tahu memang
begitu kejadiannya?
Pertanyaannya sekarang, apakah memang
begitu?
Sudah banyak buku, seminar, diskusi, artikel,
termasuk film-film edukasi yang dibuat yang membantah klaim Dan Brown tersebut.
Bahwa ternyata banyak sekali apa yang disebut fakta sejarah sebenarnya (sangat)
tidak akurat.
Ben Witherington III dalam Gospel Code
mengatakan bahwa paling sedikit ada 150 ‘historical errors’ di dalam novel Dan
Brown itu. Witherington III adalah profesor Perjanjian Baru di Asbury
Theological Seminary di Wilmore, Kentucky, AS Ia dikenal sebagai peneliti dan
penulis buku-buku mengenai sejarah mula-mula Injil / Perjanjian Baru..
Namun demikian, lepas dari penghujatan atau
bukan, kontroversi Da Vinci Code pada sisi lainnya, sebenarnya bermanfaat juga
bagi umat Kristiani. Karena dengan munculnya kontroversi ini, orang (Kristen)
merasa terusik dan tertarik untuk membaca Alkitab yang selama ini mungkin sudah
dilupakan dan tersimpan di dalam lemari yang berdebu selama bertahun-tahun.
Banyak orang pun tertarik mempelajari dan mendalami Kristenitias, sejarahnya,
arkeologisnya, dan pengimanannya.
Salah satu sisi kontroversial dalam novel
tersebut adalah tentang lukisan “Perjamuan Terakhir” (“TheLast Supper”), yang
menyebutkan bahwa sebenarnya di dalam lukisan karya Leonardo Da Vinci itu
tersimpan rahasia hubungan Yesus dengan Maria Magdalena.
Perjamuan Terakhir adalah malam terakhir
Yesus bersama dengan keduabelas muridNya makan bersama sesuai dengan adat
Yahudi pada waktu itu, sebelum Dia ditangkap dan disalibkan. Atau biasa juga
dikenal dengan sebutan “Kamis Putih” (dirayakan dengan ibadah khusus oleh umat
Katholik). Sedangkan hari Yesus disalibkan sampai mati disebut sebagai hari
Jumat Agung, dan pada hari ketiganya adalah Hari kebangkitanNya, yang
diperingati sebagai Hari Paskah.
Pada novel dan film Da Vinci Code, antara
lain diceritakan melalui penuturan tokoh Sir Leigh Teabing, bahwa terdapat kode
maha rahasia pada lukisan “The Last Supper” itu. Bahwa gambar orang yang duduk
di sebelah kanan Yesus itu, sebenarnya adalah Maria Magdalena, bukan Yohanes,
sebagaimana diyakini selama ini. Buktinya, menurut novel tersebut, wajah orang
yang dipercayai selama ini sebagai Yohanes bukan wajah seorang laki-laki, tetapi
wajah seorang perempuan.
Ketika kita memperhatikan dengan saksama
lukisan tersebut (tentu saja replikanya), ternyata benar adanya bahwa wajah
orang yang duduk di sebelah kanan Yesus itu adalah wajah seorang perempuan yang
halus. Tetapi, benarkah itu wajah seorang perempuan? Kalau pun benar, lalu di
manakah Yohanes dalam lukisan tersebut?
Salah satu lukisan yg paling terkenal di
seluruh dunia itu adalah pesanan gereja kepada Leonardo Da Vinci untuk
menggambarkannya di dinding Gereja Marie delle Grazie di Milan, Itali. Apakah
masuk akal kalau Leonardo berani menggambar seorang perempuan di situ, tanpa
diketahui pihak gereja yang pada masa abad pertengahan itu terkenal sangat
radikal? Tidak masuk akal kalau gereja tidak menyadari bahwa lukisan itu adalah
gambar dari seorang perempuan, tanpa melakukan tindakan apa-apa terhadap
Leonardo. Tetapi kenapa (memang) ada gambar perempuan di sebelah kanan Yesus
itu?
Sebenarnya, pertanyaan yang lebis tepat
adalah apa betul itu gambar seorang perempuan?
Dari sejarah diketahui bahwa pandangan umum
di masa kehidupan leonardo itu (abad pertengahan) tentang seseorang yang
berhati mulia dan sempurna adalah orang yang antara lain mempunyai wajah yang
sangat ganteng, dan berkulit halus (baby face). Saking halusnya sampai
menyerupai wajah seorang perempuan. Maka, pasti lukisan Leonardo Da Vinci itu
pun terpengaruh oleh pandangan umum itu. Maka, ketika dia menggambarkan salah
satu murid Yesus yang duduk di sebelah kanan Yesus di lukisan itu mempunyai
wajah yang halus menyerupai perempuan. Tetapi itu bukan perempuan, itu adalah
salah satu murid Yesus yang ikut dalam Perjamuan Terakhir itu. Dalam penelitian
para ahli berpendapat bahwa orang itu adalah salah satu murid Yesus yang paling
mulia, Yohanes.
Hal ini dapat dibuktikan bahwa tidak hanya
“The Last Supper” saja yang melukis pria seperti itu. Tetapi terdapat juga
beberapa lukisan karya Leonardo yang menggambarkan wajah seorang pria yang
seperti wajah seorang perempuan. Salah satunya adalah lukisan itu adalah “Angel
in the Flesh.” Yang menggambarkan sosok seorang malaikat yang berjenis kelamin
pria (lengkap dengan alat kelaminnya), tetapi berwajah seperti perempuan.
Karya Leonardo Da Vinci lainnya adalah
lukisan Yohanes Pembaptis (“John the Baptist”) – Yohanes yang lain, yang
membaptis Yesus di Sungai Yordan, bukan murid Yesus, yang dilukiskan juga
dengan rupa bak seorang perempuan.